Rabu, 17 November 2010
HIKMAH IDUL ADHA
Sesaat lagi, umat Islam akan menyambut Hari Idul Adha. Saat yang bersamaan, kondisi bangsa ini tengah diharu-birukan oleh beragam bencana. Secara teologi, tanggal 10 Dzulhijjah ialah saat di mana para jamaah haji melakukan pelemparan Jumrah Aqabah, setelah sehari sebelumnya mereka mabit (bermalam) di Muzdalifah. Setelah itu mereka pun melanjutkan mabit di Mina pada tanggal 11-13 Dzulhijjah. Itulah salah satu bagian kewajiban dari ibadah haji yang sedang mereka jalani di Tanah Suci. Ibadah haji yang merupakan rukun Islam memang wajib dilakukan sekali seumur hidup. Menggendong Sejarah Nabi Ibrahim Ahmad Rofi Usmani dalam ‘Teladan Indah Rasulullah dalam Ibadah’ (2005) mengutip pendapat cendekiawan Muslim kenamaan, Ali Syariati. Begini ujar Ali, “Yang terpenting dari ibadah haji ialah kesungguhan untuk menangkap pelajaran sejarah dari tokoh-tokoh yang diperankan, dengan tokoh utamanya: Ibrahim As.”Dengan kata lain, menunaikan ibadah haji berarti memikul (menggendong) peran sejarah kehidupan Ibrahim as. Selama lika-liku perjalanan hidupnya, Nabi Ibrahim As selalu bersikap tawakal (berpasrah diri) kepada Allah Swt. Betapa tidak, sejak Ibrahim akan dilahirkan oleh ibunya cobaan berat sudah menghadang. Dikisahkan, ketika itu ada ketentuan dari penguasa bahwa semua bayi laki-laki harus dibunuh. Ibunya merasa khawatir dan akhirnya Ibrahim dilahirkan di sebuah gua. Barulah setelah ia berumur beberapa minggu, Ibunya membawanya ke kota. Tak hanya itu, dikisahkan pula Ibrahim berani berkata, “Aku tidak takut dengan berhala-berhala dan juga tidak takut kepada Namrud.” Ucapannya ini tersebar ke penjuru kota, sehingga semua orang tahu bahwa Ibrahim telah merendahkan tuhan mereka. Ujung dari peristiwa itu, Ibrahim dibakar hidup-hidup oleh pasukan Raja Namrud. Namun, Allah Swt Maha Kuasa, Ibrahim tetap hidup seperti laiknya orang sehat biasanya. Ya, itulah karakter yang menonjol pada diri Nabi Ibrahim As, yakni sikap bertawakal. Artinya, sikap dari seorang hamba yang menghambakan diri kepada Allah dan menyembah-Nya dengan sepenuhnya (totalitas). Dalam ibadah haji itu juga terkandung tindakan kembali pada fitrah manusia yang azali. Bahwa, kita merupakan makhluk yang lemah, penuh khilaf dan dosa, dan pasti mengharapkan ampunan-Nya di akhirat kelak. Hingga kini, kisah keteladanan Nabi Ibrahim As masih dikenang. Terutama tentang kuatnya sikap tawakal beliau kepada Allah Swt. Momentum Kemanusiaan Apabila kita coba tafsirkan hadis di atas, maka momentum Idul Adha atau Idul Kurban bisa semakin kompleks. Dalam hal ini, kita memaknai bahwa ibadah kurban tidak hanya dapat diterjemahkan sebagai upaya mendekatkan diri kepada Allah Swt, tetapi juga sebagai momentum kemanusiaan (para pengungsi). Dengan begitu, sudah seyogianya ibadah kurban (juga haji) tercermin pula lewat meningkatnya kebajikan dalam bentuk derma, infak, zakat, dsb. Jika kita mau merefleksikan kehidupan Nabi Ibrahim As mungkin kehidupan kita sekarang makin jauh dari nilai-nilai Islam, salah satunya ialah bertawakal. Nah, saatnyalah kini kita ubah bahwa orientasi ibadah Idul Adha tak sekadar rutinitas keagamaan saja. Lebih dari itu, momentum tersebut bisa kita manfaatkan untuk mendorong masyarakat agar mau mengaktualisasikan kesalehan individual menjadi kesalehan sosial. Dalam konteks sekarang, sikap bertawakal kepada Allah Swt semestinya bisa diwujudkan dengan rasa kepedulian terhadap sesama, sensitivitas, dan solidaritas sosial. Dari situ kita pun bisa menghindari kecemburuan sosial. Pemberian hewan kurban bisa kita lanjutkan dengan program kesejahteraan dan pengentasan kemiskinan. Itu berarti, kita sedang mewujudkan bahwa Islam ialah agama yang penuh rahmat bagi sekalian alam (rahmatan lil alamin). Secara kelembagaan, kita sudah memiliki Baitulmaal Muamalat dan bank-bank berbasis ekonomi syariah. Hanya saja, pengelolaan keduanya belumlah maksimal, dan sangat perlu kita dukung terus kinerjanya. Untuk itu, sekali lagi kita tegaskan bahwa momentum Idul Adha tidak sekadar ritual keagamaan. Lebih dari itu, semestinyalah kita wujudkan kesalehan sosial. Dengan begitu, Islam akan menjadi faktor kemajuan bangsa ini. Selamat Hari Idul Adha! q - k. (1955-2010).
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar